Sejenak merunut ke belakang, dengan tujuan untuk menampung para lulusan SLTA di Jakarta yang tidak mau melanjutkan studinya di Universitas Van Indonesia milik Pemerintah Kolonial-Belanda, maka, pada 15 Oktober 1949, sejumlah pemikir yang tergabung dalam Perkumpulan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (PMIK), yakni R. Teguh Suhardjo Sastrosuwingnyo, Mr. Sutan Takdir Alisjahbana, Mr. Soedjono Hardjosoediro, Prof. Sarwono Prawirohardjo, Mr. Prajitno Soewondo, Hazil, Kwari Katjabrata, Dr. Djoehana, R.M. Soebagio, Mr. Adam Bachtiar, Ny. Noegroho , Drs. Adam Bachtiar, Dr. Bahder Djohan, Dr. Leimena, Ir. Abd Karim, Prof. Dr. Soetomo Tjokronegoro, Mr. Ali Budiharjo, Poerwodarminta, Mr. Soetikno, Ir. TH. A. Resink, DR. Soemitro Djojohadikusumo, Noegroho, Soejatmiko, H.B. Jassin, Mochtar Avin, L. Damais, A. Djoehana, Nona Boediardjo dan Nona Roekmini Singgih, menyelenggarakan kursus yang meliputi bidang- bidang ekonomi, sosiologi, politik dan filsafat yang dipimpin oleh Drs. Adam Bachtiar.
Seiiring dengan perjalanan waktu, pada 1946, diadakan juga SMA sore untuk memberi kesempatan bagi mereka yang bekerja pagi — yang kian hari kian bertambah besar, sehingga , pada Oktober 1949, atas desakan 400 lulusan SMA Republik Indonesia, PMIK mengumumkan dibukanya AKADEMI NASIONAL yang membawahi 5 (lima) Fakultas, yakni: Fakultas Sosial, Ekonomi dan Politik; Fakultas Biologi; Fakultas Matematika dan Fisika; Fakultas Sastra Indonesia dan; Fakultas Sastra Inggris.
Dipilihnya nama Akademi, bukan Universitas, dimaksudkan untuk menghindari peraturan kolonial yang ketika itu masih berlaku untuk Jakarta. Pada 22 Desember 1949, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang berkedudukan di Yogyakarta memberikan pengakuan dan persamaan penuh kepada Akademi Nasional dengan surat No. 548/S. Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, pada 1 September 1954 melalui Notaris Mr. R. Soewandi maka Perkumpulan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan berubah menjadi Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK).
Keterlibatan para mahasiswa UNAS di tengah revolusi fisik perjuangan kemerdekaan, bahkan merupakan “Benteng Terdepan” perjuangan rakyat Indonesia di Jakarta, maka pada lustrum UNAS yang kedua, 1959, Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno menganugerahkan gelar “UNIVERSITAS PERJUANGAN”.
Gelar yang membanggakan tersebut sudah barang tentu harus terus dilestarikan dengan tata kelola kemahasiswaan yang tepat, akuntabel, berkelanjutan, dan modern.
Kini, untuk mengantisipasi perkembangan global yang demikian pesat dengan mengacu pada Teknologi 4.0 dan merujuk SK Rektor Nomor: …. Biro Administrasi Kemahasiswaan berubah menjadi Biro Administrasi Kemahasiswaan dan Alumni yang terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni Bagian Penalaran dan Kesejahteraan; Bagian Minat dan Bakat serta Bagian Pusat Karir dan Tracer Study dipimpin oleh Kepala Biro yang berasal dari tenaga dosen.
Biro Administrasi Kemahasiswaan dan Alumni bertanggungjawab atas:
- Beasiswa,
- Kegiatan Mahasiswa,
- Prestasi,
- Pelayanan mahasiswa, dan
- Pelacakan lulusan.
Dalam perjalanannya, Biro Administrasi Kemahasiswaan dan Alumni pernah dipimpin oleh;
- Drs. Furqaan Buchari (1992-1994);
- Drs. TB Massa Djafar.,M.Si (1994-1997);
- Mustafa Achmad, S.E., M.M. (1997-2006);
- Drs. Zainul Djumadin.,M.Si (2006-2012);
- Drs. Monang Djihado., M.Si (2012-2014);
- Asmawi, ST., MT (2014-2015);
- Drs. Monang Djihado., M.Si (2015-2016);
- Kamaruddin Salim., S.Sos.,M.Si (2016-sekarang)