
Jakarta, 26 November 2025 – Museum Nasional Indonesia menjadi saksi diskusi strategis tentang masa depan kawasan ASEAN melalui talk show “ASEAN-Committee on Culture and Information (COCI) Legacy and Beyond” yang digelar sebagai bagian dari 60th Meeting of the ASEAN-COCI. Acara ini mempertemukan para pembuat kebijakan dengan delegasi mahasiswa dari Universitas Nasional dan berbagai perguruan tinggi lainnya, menciptakan dialog lintas generasi yang dinamis seputar ASEAN Community Vision 2045—sebuah momentum yang sejalan dengan target Indonesia Emas 2045.
Ignatius Puguh Priambodo, Director of ASEAN Socio-Cultural Cooperation dari Kementerian Luar Negeri, memaparkan fondasi ASEAN Community Vision 2045 yang bertumpu pada tiga pilar strategis: politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial budaya. Santi Dwisaputri dari Kementerian Kebudayaan menyoroti dimensi budaya sebagai soft power yang krusial, menekankan pentingnya memahami akar budaya dan filosofi bangsa sendiri sebelum memperkenalkannya ke panggung internasional. Sementara itu, Alfero Kautsar Ramadhan dari Kementerian Komunikasi dan Digital Affairs menggarisbawahi bahwa pencapaian visi 2045 tidak dapat dipisahkan dari penguatan ekonomi digital, literasi digital, dan keamanan siber bagi generasi muda.
Antusiasme peserta terlihat jelas sepanjang acara, terutama ketika Andhika Pratama, mahasiswa Program Studi Sistem Informasi FTKI Universitas Nasional, mengangkat isu sensitif tentang klaim budaya. Ia berbagi pengalamannya saat berkunjung ke Malaysia, “Saya menemukan batik yang dijual di sana. Awalnya saya kira buatan Indonesia, namun ternyata batik tersebut adalah buatan Malaysia—mereka bahkan menunjukkan dokumentasi lengkap proses pembuatannya hingga sejarah berdirinya toko. Apakah hal ini dapat dikatakan sebagai pengambilan kebudayaan negara lain?” tanyanya.
Pertanyaan tersebut memicu diskusi mendalam tentang pelestarian dan klaim warisan budaya di kawasan ASEAN. Merespons hal ini, Santi Dwisaputri memberikan penjelasan yang mencerahkan. Menurutnya, budaya di kawasan ASEAN sejatinya saling berkaitan erat satu sama lain. “Yang membedakan adalah teknik, corak, dan makna filosofis dari masing-masing kebudayaan tersebut,” jelasnya, memberikan perspektif bahwa kesamaan budaya justru mencerminkan kedekatan historis dan geografis negara-negara di Asia Tenggara.
Acara yang berlangsung hingga sore hari ini ditutup dengan penekanan bahwa kolaborasi lintas negara, lintas generasi, dan lintas sektor merupakan kunci dalam mewujudkan ASEAN Community Vision 2045. Kehadiran aktif delegasi mahasiswa dari Universitas Nasional bersama mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi—yang turut berpartisipasi dalam sesi tanya jawab dan kuis interaktif ASEAN—membuktikan bahwa generasi muda akademis tidak hanya siap, tetapi juga bersemangat menjadi bagian dari perjalanan menuju ASEAN yang lebih kuat dan terintegrasi. (HS)