Berkeringat di bawah sorotan lampu Gor Cempaka Putih, lima mahasiswa UNAS membuktikan bahwa semangat juang tak selalu diukur dari perolehan medali tetapi juga semangat pantang menyerah dan sportivitas.
Ajang yang berlangsung pada 20-22 Mei 2025 ini mempertemukan para atlet mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. UNAS mengirimkan lima perwakilan terbaiknya. Arsya Putri Hafis (FEB/Manajemen), Nazira Aisyah Putri (FIKES/Keperawatan), Suci Nur Ramadhani (FIKES/Keperawatan), Bayu Aditya (FBP/Agroteknologi), dan Abdul Hakim Malik (FEB Manajemen) — meski suasana kompetisi yang begitu ketat, namun, persaingan yang terjadi serasa berbeda dari biasanya.
“Invitasi rasa POMNAS” ujar Nazira setelah melihat bagan pertandingan.
Memang atmosfer pertandingan kali ini tidak jauh berbeda dengan kejuaraan tingkat nasional. Sorak sorai pendukung, intensitas laga yang tinggi, serta strategi dari tiap kontingen membuat para atlet harus mengarahkan kemampuan terbaiknya. Namun, hal itu justru menjadi pelecut semangat bagi para mahasiswa UNAS untuk tampil maksimal.
Nazira Aisyah Putri (FIKES/Keperawatan) berhasil mengamankan medali perunggu, sebuah pencapaian yang membanggakan sekaligus menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dan latihan tidak pernah mengkhianati hasil. Tak kalah membanggakan, Suci Nur Ramadhani, rekan satu fakultas dan prodinya, tampil gemilang hingga menembus babak final. Namun, nasib kurang berpihak padanya ketika terjadi tragedi di tengah pertandingan — pengikat kepala (iket) yang dikenakannya kendur, sehingga ia harus kehilangan fokus dan poin yang sangat berharga.
Sementara itu, tiga pejuang UNAS lainnya – Arsya, Bayu, dan Hakim – menunjukkan perlawanan tangguh hingga babak perempat final. Mereka tampil dengan disiplin tinggi, serta memperlihatkan teknik dan strategi yang telah diasah selama masa persiapan.
Di balik sorak sorai dan riuh tepuk tangan di GOR Cempaka Putih, ada cerita yang tidak selalu tertulis di papan skor. Cerita tentang 284 atlet/mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi yang berani melangkah ke arena, bukan hanya untuk bertanding, tapi juga untuk belajar, tumbuh, dan membuktikan bahwa mereka mampu.
Kebanggaan itu memang tidak selalu terbungkus emas, perak, atau perunggu. Kadang ia hadir dalam bentuk luka lecet di tangan, napas yang memburu setelah pertandingan, atau bahkan senyum penuh haru saat nama kampus disebut di tengah-tengah pengumuman hasil pertandingan.
Karena prestasi sejati tak selalu berbentuk piala. Kadang, ia lahir dari keberanian untuk mencoba, gagal, bangkit, dan terus berjalan.

“Kita bangga bukan hanya karena medali, tapi karena kalian berani mewakili UNAS dengan sepenuh hati,” ujar coach Vero.
Dengan semangat dan pengalaman yang mereka bawa pulang, diharapkan keikutsertaan ini menjadi langkah awal untuk mendulang prestasi-prestasi berikutnya. UNAS terus mendorong mahasiswanya untuk berkembang secara akademik maupun non-akademik, demi mencetak generasi yang cerdas, tangguh, dan berdaya saing tinggi.

UNAS JUARA!
Ayu/vero