Jakarta (UNAS) – “Pelestarian Pencak Silat seyogianya dilakukan sejak usia dini, selanjutnya, siapkan ajang internasional namun dengan biaya yang terjangkau”, Mayjen TNI (Purn) Dr. Hc. Eddie M Nalapraya, Bapak Silat Dunia.
Sejak Kamis, boleh dikata, Bandung, khususnya Soreang selalu diguyur hujan. Sesekali rinai, gerimis bahkan tak jarang hujan lebat. Demikian keadaan yang dihadapi oleh para pesilat yang datang dari berbagai penjuru tanah air, bahkan manca negara, seperti Singapura, Malaysia, Brunai, Vietnam bahkan Negeri Kincir Angin, Belanda.
Namun berbeda dengan biasanya, sekali ini, GOR Indoor Bandung Bedas yang ada di tengah-tengah Gelanggang Olah Raga Jalak Harupat, Bandung, terlihat rapi dan tertib. Dua ribuan (2000) pesilat yang datang untuk mengikuti 13 PAKU BUMI INTERNASIONAL OPEN CHAMPIONSHIP 2025 semua mengikuti aturan dan arahan yang diberikan oleh panitia — mulai dari registrasi, masuk athletes room untuk melakukan pemanasan dan dilanjutkan menuju ke gelanggang yang sudah ditentukan untuk bertanding.
Lepas itu, mereka bisa naik ke tribun untuk menonton atau memberi semangat kepada teman-temannya yang sedang bertanding. Semuanya mengenakan ID CARD … tak heran tribun hanya dipenuhi oleh pelatih, ofisial dan para atlet — bagi yang tidak punya ID CARD mereka harus menghubungi panitia.
“Perhatikan gelanggang lima dan enam saja”, kata Coach Vero, “selanjutnya petakan kekuatan dan kelemahan lawan agar kita bisa menghadapinya dengan baik”, imbuhnya.
Semua mengangguk dan setuju ….
Biasanya, lepas melakukan pengawasan, mereka langsung melakukan perenungan dan baru memberikan komentar berupa analisis. Dengan begitu, maka, atlet benar-benar siap sejak menginjakkan kakinya di tengah-tengah gelanggang.
Jumat berlalu dengan lambat. Semua berdebar-debar setelah melewati ajang semi final yang lumayan berat, akhirnya, lima pendekar berhasil melaju ke final. Dan lepas pukul 15.30 Dela Natasa (FEB/Manajemen) berhasil membukukan kemenangan dengan score 23-05. Alhamdulillah Medali Emas pertama mulai diraih oleh KORPS UNAS — dua jam kemudian, kembali Anita Tri Yuliani (FEB/Manajemen) kembali membukukan kemenangan dengan 21-13 — lalu diikuti dengan (ILKES/Keperawatan) Nazira Aisyah Putri menambah pundi-pundi emas di hari itu dengan membukukan kemenangan 13-04.
“Alhamdulillah Ya … Rob”, demikian ungkap semua ketika melakukan sujud sukur di GOR Bandung Bedas.
“Kembali ke hotel dan istirahat total”, demikian kata Coach Vero.
Semua mengangguk dan mulai sibuk menggunakan aplikasi untuk mencari kendaraan pulang.
Sabtu, menjelang senja, sekitar pukul 17.25, Nandhiko Wahyu Mukti (FEB/Manajemen) Kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam membanting. Ya … boleh dikata, sekali ini lawannya tak bisa berkutik sama sekali dan score menunjukkan angka 21-04.
Minggu hari terakhir, Abdul Hakim Malik (FEB/Menejemen) harus berjuang keras. Pukulan, tendangan dan bantingan terjadi silih berganti. Dan sekali ini, ia harus puas dengan kemenangan yang tipis 19-17.
Di tengah-tengah menanti sertifikat, UNAS berkesempatan berbincang dengan Marcella Febry Utami yang akrab disapa dengan Teh Ami, HUMAS 13 PAKU BUMI INTERNASIONAL OPEN CHAMPIONSHIP 2025;
“Wah sukses ya … UNAS berhasil emas semua”, katanya hangat.
Sambil tersenyum Coach Vero pun menjawab; “Kita yang berterima kasih karena selalu mendapatkan undangan dari Paku Bumi”.
“Ini semua sebenarnya penjabaran dari keinginan Ayah, demikian sapaan akrab dari Eddie M Nalapraya, pelestarian pencak silat harus dilakukan sejak usia dini. Sebab, hukum manusia, setelah puas mencari jati diri di luar ia pasti kembali ke tempat semula untuk mencari kenyamanan”, paparnya, “nah selain itu, buat ajang internasional tetapi dengan biaya yang terjangkau. Ini paling penting”, imbuhnya lagi.
“Bayangkan, biaya satu atlet jika dikirim ke Thailand, karena negeri itu yang tergolong sering mengadakan kejuaraan, anggap saja antara delapan sampai sepuluh juta. Mulai ticket, hotel, uang saku, uang makan, transport dalam kota dan lain-lain … itu baru satu atlet. Nah kalau lima atlet, berapa biaya yang harus dikeluarkan”, lanjutnya lagi.
“Coba lihat adik-adik yang main di seni. Mereka berbeda bangsa, tapi asyik sharing dalam gerakan … keduanya bisa saling memahami lewat bahasa isyarat, selanjutnya, mereka akan saling belajar Bahasa Inggris agar komunikasinya bisa langsung. Makanya, Ayah selalu mengingatkan lewat bermain, belajar dan berpretasi”, ungkapnya menerangjelaskan filosofi dari Paku Bumi Internasional Open Championship 2025.
“Makanya perubahan penataan gelanggang, registrasi dan kenyamanan selalu kita evaluasi agar ke depan benar-benar menjadi baik sebagaimana cita-cita Ayah”, pungkasnya.
Akhirnya, waktu jua yang memisahkan KORP UNAS dengan Teh Ami. Kami semua mengambil perlengkapan yang sengaja dititipkan di sekretariat untuk segera ke Stasiun Cimahi dan kembali ke Jakarta.
Ufh … hujan terus mengiringi langkah kami.
Ayu Kh/Veronica